Bahan Bakar Alternatif Dari Tongkol Jagung

Bahan Bakar Alternatif Dari Tongkol Jagung

Saat ini telah diketahui bahwa limbah tongkol jagung sanggup dipakai sebagai materi baku pembuatan bioetanol. Tongkol jagung merupakan limbah buangan pada industri jagung pipil yang ternyata mengandung selulosa sebesar 44.9% (Richana, 2004), dan kurang lebih 30% bab jagung merupakan tongkol jagung. Kenyataan tersebut menciptakan limbah tongkol jagung dari industri jagung pipil mempunyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai materi baku pembuatan bioetanol alasannya ialah kandungan selulosa yang cukup tinggi.
Dengan menggali kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, produksi bioetanol dari limbah tongkol jagung sanggup dilakukan dengan memanfaatkan teknologi fermentasi. Proses pembuatan bioetanol dari tongkol jagung sanggup dilakukan dengan beberapa cara. Namun, secara umum ada lima tahap proses utama. Tahapan tersebut  ialah delignifikasi tongkol jagung, isolasi selulosa, hidrolisis, fermentasi, dan distilasi etanol.
Delignifikasi bertujuan untuk memudahkan pelepasan hemiselulosa dan mengurangi kandungan lignin pada tongkol jagung yang sanggup menghambat fermentasi selulosa menjadi gula-gula sederhana. Delignifikasi dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu pengecilan ukuran, perendaman dalam NaOCl 1 % (b/v), pembilasan, penyaringan, dan pengeringan untuk menurunkan kadar air tongkol jagung (Anggraini, 2003). Pembilasan dan penyaringan dengan air dilakukan sampai air bilasan menjadi netral.
Isolasi selulosa dilakukan untuk mengekstrak hemiselulosa dari fraksi selulosa pada tongkol jagung. Menurut Hespell (1998), ekstraksi hemiselulosa paling baik dilakukan dengan memakai pelarut NaOH. Isolasi selulosa dilakukan dengan perendaman tongkol jagung yang telah didelignifikasi dalam larutan NaOH 15 % selama 24 jam pada suhu 28oC. Setelah 24 jam, dilakukan penyaringan hingga didapatkan fraksi padatan berupa selulosa. Padatan tersebut dibilas berulang-ulang dengan air hingga pH menjadi netral. Kemudian dikeringkan dengan panggangan suhu 50oC selama 2 hari (Anggraini, 2003).
Menurut Thenawijaya (1989), pada produksi etanol ada dua metode untuk menghidrolisis komponen lignoselolitik, yaitu hidrolisis asam dan hidrolisis enzim. Pada hidrolisis enzim, konsentrasi gula lebih besar alasannya ialah selulase yang dihasilkan oleh mikroba merupakan selulase kompleks sehingga selulosa tongkol jagung tersebut sanggup dihidrolisis dengan sempurna. Menurut Ariestaningtyas (1991), Trichoderma viride pada substrat tongkol jagung menghasilkan acara selulase tertinggi dikala suhu inkubasi 25oC dan usang inkubasi sembilan hari. Ekstraksi cairan fermentasi dilakukan pada hari kesembilan dengan jalan memisahkan filtrat dari biomassa dengan memakai penyaring dan sentrifuse. Sebelum dilakukan ekstraksi, ditambahkan Tween 80 sebanyak 0.1 % (v/v). Filtrat yang dihasilkan lalu disterilisasi, dipucatkan memakai arang aktif 2 % (b/v), disaring, dan dipekatkan hingga diperoleh konsentrasi glukosa yang diinginkan.
Fermentasi memakai kamir Saccharomyces cerevisiae yang sanggup merubah glukosa menjadi etanol. Fermentasi dilakukan pada fermentor selama   60 jam pada suhu 27oC dengan pH mendium sebesar 4,8. Pada umumnya hasil fermentasi ialah bioetanol atau alkohol yang memiliki kemurnian sekitar 10-12 % dan belum sanggup dikategorikan sebagai fuel based etanol. Agar sanggup mencapai kemurnian di atas 95 %, maka alkohol hasil fermentasi harus didistilasi.
Distilasi  ini  adalah  tahapan yang  sangat penting pada produksi bioetanol dimana  proses  pemurnian  etanol  dilakukan  dengan  pemanasan untuk memisahkan etanol dengan air dengan memperhitungkan perbedaan titik didih kedua materi tersebut yang lalu diembunkan kembali, dimana titik didih etanol dan air masing-masing ialah 78,5 dan 100oC. Mekanismenya yaitu memanaskan adonan etanol-air hingga suhu 78,5oC, dimana pada suhu tersebut etanol akan mendidih dan menguap meninggalkan air. Uap etanol ditahan dalam wadah, selanjutnya diembunkan kembali menjadi etanol yang lebih murni, yaitu dengan kemurnian ≥95 %, sehingga siap untuk dipakai sebagai materi bakar. 

jumlah bioetanol yang dihasilkan dalam satu tahun sebanyak 121.945,5 kilo liter bioetanol. Di pasar internasional, harga bioetanol per liter ialah Rp 20.000,00. Sehingga apabila produksi bietanol setiap tahunnya sebanyak 121.945,5 kilo liter, maka pemasukan yang akan didapat sebesar Rp 2.438.910.000.000,00 atau sekitar 2,4 triliun. Apabila harga pokok produksi per liternya sebesar Rp10.238,00 atau sekitar 1,25 triliun per tahun, maka sanggup dihitung laba kotor per tahunnya sebesar 1,15 triliun per tahun.
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Definisi Air Dan Peranannya Dalam Biofisika

Arti Mimpi Naik Tangga Dengan Anak Kecil Menurut Primbon Jawa

Pembukaan Uud 1945