Pendekatan Multi-Disiplin

            Dahulu orang menyampaikan bahwa biologi mustahil di gabungkan dengan fisika, kini biofisika dikenal sebagai  ilmu (cabang fisika) yang menerapkan fisika dalam biologi. Dahulu orang sukar membayangkan relasi antara geologi dengan fisika, kini  para  geolog  bersahabat dengan geofisika sebagai ilmu yang menerapkan fisika dalam geologi. Dahulu orang tidak pernah membayangkan relasi antara matematika dan ekonomi, kini para ekonom mengakui bahwa ekonometri sangat bermanfaat dalam ilmu ekonomi. Bagaimana dengan ekonofisika yang menerapkan fisika untuk menganalisa data-data ekonomi yang begitu kompleks? Sebagai suatu cabang fisika baru, tentu  wajar-wajar saja orang, termasuk beberapa fisikawan,  curiga dengan ilmu ini. Namun ibarat pepatah menyampaikan “anjing menggonggong kafilah berlalu”, ekonofisika terus melaju dengan publikasi-publikasi ilmiahnya. Ratusan publikasi ilmiah ihwal ekonofisika telah dipublikasikan dalam banyak sekali jurnal ilmiah termasuk Physical Review, suatu jurnal fisika yang sangat bergengsi di dunia.
Apa yang terjadi pada biofisika, geofisika, ekonometri, dan ekonofisika akan terus berkembang untuk bidang-bidang lain. Pendekatan-pendekatan muldi disiplin dianggap bisa menyederhanakan problem dan memecahkan masalah yang semula dianggap mustahil di selesaikan.
Pendekatan multi disiplin yang kini menjadi musim ini sudah usang berkembang. Salah satu kelompok  yang populer dengan pendekatan multidisiplin ini adalah  Santa Fe Institute (SFI) yang didirikan pada tahun 1984 di New Mexico, Amerika Serikat. 
SFI didirikan dengan membawa ‘mimpi’ besar para perintisnya untuk menyatukan banyak sekali bidang ilmu pengetahuan, termasuk matematika, komputer, fisika, kimia, biologi, neurobiologi, imunologi, ekologi, arkeologi, bahasa, ekonomi, keuangan, politik, sejarah, komunikasi, teknik manufaktur, bahkan ilmu aerospace. Sebagian besar orang yang gres pertama kali mendengar inspirasi ihwal pendekatan multi disiplin ini eksklusif membenarkan penggunaan istilah ‘mimpi’. Bagaimana mungkin semua disiplin ilmu yang begitu berbeda satu sama lain bisa dilebur menjadi satu? Lagipula, UNTUK APA ilmu-ilmu tersebut harus digabungkan? Apa manfaatnya? Setiap disiplin ilmu sudah mempunyai kerumitan dan kompleksitasnya masing-masing; bukankah penggabungan ini justru akan menambah kerumitan tersebut? Ternyata mimpi bisa menjadi kenyataan. Banyak ilmuwan (satu di antaranya yaitu Murray Gell-Mann, fisikawan pemenang Nobel Prize pada tahun 1969) bisa mengambarkan bahwa berbagai  disiplin ilmu yang berbeda itu sanggup dikaitkan satu sama lain menjadi suatu kesatuan. Manfaatnya pun sangat jelas, yaitu didapatkannya jalan keluar yang paling sederhana dari masalah-masalah yang paling rumit dan kompleks di masing-masing disiplin ilmu. 
Di usianya yang sudah hampir dua dekade, SFI telah banyak mempublikasikan  banyak sekali penelitiannya yang memakai pendekatan multi disiplin ini. Keberhasilan ini ternyata tetap dibayang-bayangi oleh keraguan banyak sekali pihak untuk mengakui bahwa pendekatan multi disiplin benar-benar sanggup diterapkan. Banyak yang menuduh bahwa keberhasilan itu hanya merupakan kebetulan belaka. Gell-Mann, yang juga merupakan salah satu pendiri SFI, menentukan memakai pepatah usang untuk menjawab kritikan ini: ‘A scientist would rather use someone else’s toothbrush than another scientist’s nomenclature’. Manusia, berdasarkan Gell-Mann, ‘…are prone to superstition and often engage in denial of the obvious
Hal yang paling banyak diperdebatkan yaitu menghubungkan ilmu-ilmu eksakta dengan ilmu-ilmu yang bersifat sosial dan yang melibatkan sifat dan sikap manusia. Tidak banyak yang menyangkal bahwa ilmu fisika berafiliasi erat dengan matematika dan kimia alasannya yaitu semuanya sama-sama tergolong dalam ilmu eksakta. Begitu pula halnya dengan penggabungan ilmu ekonomi dengan politik dan sosial. Serangan-serangan mulai terasa ketika dimulainya perjuangan menghubungkan fisika dengan ekonomi, misalnya. Fisika yaitu ilmu yang murni melibatkan variabel-variabel eksak, sedangkan ekonomi melibatkan interaksi sosial dan sikap insan yang, berdasarkan sebagian besar orang, tidak sanggup diramalkan. Karena sifat eksaknya, ilmu niscaya eksklusif digolongkan sebagai sesuatu yang lebih sederhana (the simple), sedangkan ilmu-ilmu non eksakta, dengan segala ketidakpastiannya, dianggap sebagai sesuatu yang lebih kompleks (the complex). Buku The Quark and The Jaguar: Adventures in The Simple and The Complex yang ditulis oleh Gell-Mann membahas relasi antara the simple (diwakili oleh quark dari dunia fisika) dan the complex (diwakili oleh jaguar sebagai salah satu unsur keanekaragaman alam). Ia mengakui bahwa permasalahan yang melibatkan makhluk hidup, terutama insan dan interaksi sosialnya, memang jauh lebih rumit dan kompleks untuk dianalisa. Lebih rumit bukan berarti tidak mungkin. Kerumitan hanya menggambarkan bahwa proses analisa sistemnya membutuhkan waktu lebih usang daripada analisa sistem yang sederhana. Suatu complex pattern tetap mempunyai keteraturan (regularities). Alam raya tersusun dari banyak sekali ketidakberaturan yang teratur sehingga disebut sebagai universe dan bukan multiverse. Istilah UNI (dari unity) ini diciptakan oleh manusia. Istilah ini dengan terperinci menggambarkan akreditasi insan akan adanya suatu kesatuan antara banyak sekali elemen alam yang saling berinteraksi. Inilah yang dikatakan Gell-Mann sebagai denial of the obvious.
Menurut penelitian multi disiplin, tindakan-tindakan sosial dan  sikap insan dalam menciptakan keputusan-keputusan besar (misalnya keputusan untuk membeli saham, membeli rumah, menikah, bahkan keputusan seorang pemimpin negara untuk memulai perang) maupun keputusan yang didasari spontanitas (misalnya gerak refleks, memuntahkan masakan yang dirasakan terlalu pedas, berteriak ketika mendapat kejutan, tersenyum ketika melihat dan mencicipi sesuatu yang indah) merupakan suatu yang sanggup diramalkan secara eksak. Penelitian-penelitian ihwal jaringan otak insan menawarkan bahwa semua keputusan yang dibentuk oleh insan sudah direncanakan sebelumnya oleh sel-sel otak. Ini berarti bahwa jauh sebelum insan itu memutuskan untuk melaksanakan suatu gerak refleks ibarat berteriak ketika mendapat kejutan, sel-sel otak sudah menyusun sistem yang mempersiapkan dan kemudian mendorong insan untuk mengambil keputusan untuk berteriak. Jangka waktu antara pertama kali sel otak mulai bekerja menyusun sistem tersebut dengan titik ketika keputusan itu dibentuk sanggup dihitung secara eksak.
Dengan menghitung secara eksak  sikap insan yang kompleks itu maka suatu ketika kita sanggup meramalkan kapan seorang pialang saham  memutuskan untuk menjual semua asetnya,  kapan seorang akan bermetamorfosis teroris dan menyerang suatu negara, dan  kapan seorang pejabat pemerintahan akan melaksanakan korupsi. Memang  kemajuan teknologi insan ketika ini belum hingga pada tahap untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, tetapi langkah awal untuk menuju ke sana sudah dimulai. Dan SFI sebagai salah satu pionir terus melaju merombak tradisi, melawan banyak sekali kritikan dan menawarkan bahwa pendekatan multi disiplin inilah yang sanggup membantu memecahkan banyak  masalah di dunia ini.
            Bagaimana dengan institusi-institusi di Indonesia? Beranikah kita  mencoba sesuatu yang baru? Beranikah kita merombak tradisi ibarat yang telah dilakukan Santa Fe Institute? Ataukah kita masih tetap terikat dengan gaya ortodoks kita  yang tidak mau membuka diri pada kemajuan teknologi dan pendekatan multi disiplin ini? Akankah kita membiarkan bangsa kita  semakin tertinggal?(***)


(Yohanes Surya)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Definisi Air Dan Peranannya Dalam Biofisika

Arti Mimpi Naik Tangga Dengan Anak Kecil Menurut Primbon Jawa

Pembukaan Uud 1945